Pinggul merupakan bagian tubuh yang penting untuk menahan berat tubuh. Selain itu kedua sendi pinggul pada manusia menjadi salah satu sendi yang dapat bergerak bebas sehingga memungkinkan kita untuk menggerakkan tungkai atas ke berbagai arah. Masalah bentuk pinggul biasanya terjadi sejak bayi dan jika tidak ditangani dapat mempengaruhi kualitas hidup anak ke depannya, misalnya mengubah kaki menjadi pendek sebelah, perubahan gaya jalan, dan sebagainya. Namun juga terjadi pada usia dewasa.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk dapat mengenali masalah di pinggul seperti halnya hip dysplasia atau displasia pinggul yang akan dibahas selanjutnya.

Pengertian Hip Dysplasia

Sendi pinggul berbentuk seperti bola dan soket. Bola dibentuk oleh bagian kepala tulang paha sementara soket dibentuk oleh cekungan tulang pelvis yang dinamai acetabulum. Permukaan tulang pada sendi ini dilapisi oleh tulang rawan licin yang berperan sebagai bantalan untuk melindungi dari gesekan sehingga tulang-tulang dapat bergerak dengan mudah. Acetabulum dikelilingi oleh jaringan tulang lunak yang dinamakan labrum, yang berfungsi sebagai segel yang menahan bagian kepala tulang paha tetap berada pada tempatnya. Jika bagian bola dari sendi tidak berada pada posisi seharusnya maka persendian menjadi tidak stabil dan mudah mengalami dislokasi atau menjadi aus, dan dikenal sebagai hip dysplasia.

Kebanyakan penderita terlahir dengan kondisi tersebut. Hip dysplasia terjadi pada 1,5 hingga 20 bayi dari setiap 1000 kelahiran hidup dan sebetulnya mayoritas (60-80%) dapat kembali normal dalam 2-8 minggu.

Penyebab dan faktor risiko Hip Dysplasia

Pada bayi, sendi pinggul masih tersusun dari tulang yang lunak. Pembentukan sendi bola dan soket pada pinggul berkembang pada saat ini dengan proses saling “mencetak” satu sama lain, sehingga apabila kepala tulang paha pada sendi ini tidak berada pada posisi yang tepat, acetabulum menjadi dangkal dan tidak dapat menutupi kepala tulang paha dengan sempurna. Akibatnya dapat terjadi kelainan secara permanen.

Faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadi hip dysplasia di antaranya:

  • Jenis kelamin perempuan (rasio laki-laki: perempuan adalah 1:8), kemungkinan diakibatkan oleh hormon dari ibu yang meningkatkan kelenturan ligamen
  • Kelahiran pertama. Kejadian hip dysplasia 2 kali lebih sering pada anak pertama. Hal ini diduga disebabkan oleh rahim dan otot perut ibu yang masih kencang.
  • Posisi sungsang. Kaki janin menjadi tertekan oleh rahim dan dapat mengakibatkan dislokasi sendi pinggul.
  • Adanya penekanan secara fisik pada janin seperti pada kondisi oligohidramnion (cairan ketuban terlalu sedikit) atau kehamilan kembar.
  • Riwayat keluarga. Beberapa studi mengatakan hip dysplasia diturunkan dengan peranan kromosom 13.
  • Membedong bayi terlalu ketat.

Gejala Hip Dysplasia

Tanda dan gejala hip dysplasia dapat bervariasi sesuai kelompok usia. Pada bayi baru lahir, mungkin orang tua akan menyadari bahwa satu kaki bayi tampak lebih panjang dibanding sisi lainnya. Anda juga mungkin akan menyadari adanya keterbatasan rentang gerak salah satu sisi sendi pinggul bayi pada saat mengganti popok. Cara berjalan yang pincang mungkin tampak pada anak yang sudah mampu berjalan.

Pada remaja dan dewasa, hip dysplasia dapat ditandai oleh nyeri akibat peradangan sendi (osteoarthritis) atau adanya robekan pada labrum. Hal ini dapat menyebabkan keterbatasan aktivitas.

Nyeri biasanya dirasakan di daerah selangkangan dan dicetuskan saat beraktivitas. Penderita juga dapat merasakan adanya ketidakstabilan di bagian pinggul. Beberapa melaporkan dapat merasakan sensasi gerak dan bunyi “pop” pada bagian pinggul yang mengalami dysplasia.

Pemeriksaan Hip Dysplasia

Bila Anda mencurigai anak Anda mengalami hip dysplasia, segera bawa ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan. Pada umumnya, dokter akan melakukan screening pada setiap bayi yang lahir dan pada beberapa kunjungan awal pemantauan kesehatan bayi, terutama pada bayi yang memiliki faktor risiko.

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dimulai dari pengamatan terhadap bagian pinggul dan selangkangan untuk melihat adanya bagian yang tidak simetris. Kemudian dokter akan melakukan beberapa manuver seperti menggerak-gerakkan kaki anak pada posisi tertentu dan melihat adanya keterbatasan gerak sendi pinggul. Pada anak yang sudah mampu berjalan, dokter akan meminta anak untuk berjalan dengan nyaman dan melihat apakah ada abnormalitas pada postur tubuh dan cara berjalan anak.

Pemeriksaan penunjang dapat disarankan oleh dokter untuk melihat struktur sendi pinggul. Ultrasonografi (USG) dapat menjadi pilihan untuk bayi hingga berusia 6 bulan sebab tulang masih berupa tulang lunak. Pemeriksaan X-ray dapat dilakukan pada usia yang lebih tua.

Tata Laksana Hip Dysplasia

Tujuan terapi pada hip dysplasia adalah untuk menghambat atau mencegah terjadinya radang sendi pinggul dan menjaga kesehatan sendi selama mungkin. Terapi yang dianjurkan oleh dokter dapat bergantung dari usia penderita, derajat keparahan, kerusakan struktur sekitar sendi, adanya radang sendi, dan sisa masa pertumbuhan pasien.

Dokter dapat merekomendasikan terapi non-operatif bila anak memiliki hip dysplasia ringan dan tidak terdapat kerusakan pada labrum atau kartilago sendi.

Contoh terapi non-operatif untuk kasus hip dysplasia diantaranya:

  • Observasi

Observasi biasanya dilakukan pada kasus hip dysplasia bayi baru lahir karena terkadang kondisi ini hilang dengan sendirinya. Pada remaja, observasi dilakukan pada kasus displasia pinggul dengan gejala minimal, namun kontrol rutin harus tetap dilakukan setiap minimal 6 bulan untuk melihat perkembangan penyakit.

  • Pavlik harness

Pada bayi baru lahir, koreksi dapat dilakukan dengan penggunaan brace seperti pavlik harness yang dapat menahan struktur bola sendi pinggul. Benda ini digunakan selama 6 hingga 12 minggu dan tidak boleh dilepas kecuali dengan dokter yang merawat. Untuk itu, Anda akan dilatih untuk mengganti baju, mengganti popok, memposisikan bayi yang tidur, dan mencegah iritasi kulit selama penggunaan Pavlik harness.

  • Spica cast

Kasus hip dysplasia pada bayi di atas 6 bulan dapat ditangani dengan penggunaan gips yang sering disebut dengan spica cast.

  • Modifikasi gaya hidup

Anak akan disarankan untuk menghindari aktivitas yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri. Untuk anak yang memiliki berat badan berlebih, penurunan berat badan akan sangat membantu untuk mengurangi tekanan pada sendi pinggul.

  • Terapi fisik

Beberapa latihan fisik bisa direkomendasikan oleh dokter atau fisioterapis terlatih untuk meningkatkan rentang gerak sendi dan memperkuat otot yang menyokong sendi pinggul.

  • Konsumsi obat.

Obat anti radang non steroid seperti ibuprofen dan naproxen dapat diresepkan untuk membantu mengatasi nyeri dan bengkak yang timbul pada radang sendi. Penyuntikkan obat anti radang juga bisa dilakukan. Namun obat-obatan ini hanya mengatasi gejala dan sifatnya hanya sementara.

Tindakan bedah biasanya dilakukan pada kasus hip dysplasia berat atau pada pasien berusia remaja dan dewasa. Pada kasus dewasa dengan keparahan yang lebih ringan, operasi bisa dilakukan dengan arthroscopy yang dibantu dengan kamera kecil. Untuk kasus yang lebih parah, prosedur yang dilakukan biasanya melibatkan pemotongan tulang pelvis kemudian melakukan reposisi agar sesuai dengan bola pada kepala tulang paha.

Komplikasi Hip Dysplasia

Kondisi hip dysplasia yang tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan masalah selanjutnya. Hip dysplasia dapat merusak tulang lunak labrum yang mengitari acetabulum dan menyebabkan robekan. Selain itu, pasien dengan hip dysplasia lebih rentan untuk mengalami radang sendi / osteoarthritis. Seiring berjalannya waktu, hal ini menimbulkan keausan pada kartilago yang melapisinya. Tentunya penderita akan mengalami nyeri dan aktivitas pun menjadi lebih terbatas lagi.

Malcare WordPress Security