Apakah Atrofi Otot Itu?
Atrofi merupakan suatu istilah yang mendefinisikan kondisi ketika otot menyusut akibat hilangnya jaringan otot. Pada kondisi atrofi, otot tampak lebih kecil dari ukuran biasanya dan dapat menimbulkan penurunan kekuatan dari otot dan sistem gerak tubuh. Pada umumnya atrofi terjadi pada otot yang tidak aktif digerakkan sehingga pada akhirnya tubuh akan memecahnya untuk mengurangi energi yang diperlukan.
Jenis-jenis Atrofi Otot
Ada banyak sekali penyebab atrofi otot yang sangat penting untuk dicari tahu karena terapi yang diberikan akan berbeda untuk setiap hal yang mendasari terjadinya penyusutan otot ini. Selain itu, atrofi otot juga bisa jadi merupakan suatu gejala dari penyakit lainnya, sehingga terapi yang komprehensif perlu diterapkan untuk mencegah perburukan kondisi. Jenis-jenis otot dibagi berdasarkan penyebabnya, diantaranya:
1. Atrofi Fisiologis
Atrofi tipe ini sering disebut juga sebagai disuse atrophy. Pada umumnya dialami oleh orang dengan tingkat aktivitas rendah seperti memiliki pekerjaan yang tidak menuntut banyak gerakan atau menderita suatu penyakit misalnya pada kondisi lumpuh atau koma. Otot menjadi jarang digerakkan sehingga tubuh mengurainya sebagai mekanisme penghematan energi. Proses ini mulai terjadi pada 2 hingga 3 minggu setelah minim beraktivitas. Jenis atrofi ini juga dapat terjadi pada binaragawan yang telah menjalani program pembentukan otot yang kemudian berhenti berolahraga. Biasanya massa otot pada atrofi jenis fisiologis dapat dikembalikan dengan terapi.
2. Atrofi Patologis
Pada jenis atrofi patologis, otot mengalami penyusutan akibat penyakit atau kondisi medis yang menghambat pembentukan jaringan otot pada tubuh. Contohnya disebabkan oleh:
- Malnutrisi
Kekurangan gizi atau malnutrisi dapat membuat tubuh kekurangan protein yang merupakan bahan penghasil jaringan otot. Keadaan malnutrisi juga dapat dipicu oleh penyakit-penyakit dengan gangguan makan, gangguan menelan, dan gangguan penyerapan nutrisi pada sistem pencernaan.
- Kanker
Atrofi otot sering ditemui pada penderita kanker stadium lanjut. Atrofi dapat menjadi dampak dari penyakit kanker itu sendiri yang kemudian diperparah oleh efek samping pemberian terapi radiasi atau kemoterapi. Kondisi ini yang sering disebut cachexia.
- Cushing syndrome
Sindrom cushing merupakan suatu penyakit dimana kadar hormon glukokortikoid tubuh meningkat. Biasanya terjadi pada orang yang mengkonsumsi obat kortikosteroid jangka panjang. Kelebihan hormon ini mengakibatkan peningkatan komposisi lemak tubuh dan megecilkan jaringan otot sehingga atrofi dapat terjadi.
- Radang sendi
Peradangan sendi akibat penuaan (osteoarthritis) ataupun akibat penyakit autoimun (rheumatoid arthritis) dapat menyebabkan atrofi otot. Penderita penyakit-penyakit ini enggan untuk menggerakkan sendi sehingga otot pun jarang digunakan.
- Kontraktur
Ketika jaringan otot digantikan oleh jaringan parut yang kaku, otot menjadi sulit untuk digerakkan sehingga dapat menyebabkan atrofi. Hal inilah yang disebut dengan kontraktur dan biasanya terjadi pada orang yang mengalami kelumpuhan dalam jangka waktu lama, cedera, atau luka bakar yang luas.
- Penyakit autoimun
Selain dari rheumatoid arthritis seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penyakit autoimun seperti multiple sclerosis dan myositis juga dapat menyebabkan atrofi pada otot.
3. Atrofi Neurogenik
Pada tipe ini gangguan terjadi pada saraf yang mencetuskan kontraksi otot, sehingga otot tidak mendapatkan rangsangan untuk bergerak. Contoh gangguan pada saraf tersebut diantaranya stroke, cerebral palsy (lumpuh otak), neuropati, carpal tunnel syndrome, cedera saraf tulang belakang, polio, dan penyakit saraf motorik lainnya.
Gejala Atrofi Otot
Gejala dari atrofi otot sangat beragam bergantung dari penyebab dan tingkat keparahannya. Selain dari berkurangnya massa otot, gejala lainnya yang dapat timbul diantaranya:
- Satu sisi anggota gerak yang lebih kecil dibandingkan sisi lainnya
- Mengalami kelemahan di satu anggota gerak secara keseluruhan
- Kesulitan menjaga keseimbangan tubuh
- Kesemutan atau kebas pada anggota gerak
- kelemahan otot wajah, kesulitan bicara, dan sulit menelan bila atrofi terjadi pada otot wajah dan leher
Dalam beberapa kasus, atrofi otot menjadi gejala sampingan dari kondisi berbahaya dan harus segera mendapatkan penanganan. Segera mencari pertolongan medis bila ditemukan hal berikut ini:
- Penurunan kesadaran
- Bicara tidak jelas atau sulit dipahami secara mendadak
- Kelumpuhan satu sisi tubuh secara tiba-tiba
- Nyeri kepala hebat
- Gangguan penglihatan mendadak
- Sesak nafas
Bagaimana Cara Diagnosis Atrofi Otot?
Sangat dianjurkan untuk segera menemui dokter bila gejala dari atrofi otot ditemui. Dokter akan menanyakan mengenai sejarah kondisi medis Anda, seperti adanya cedera sebelumnya, penyakit-penyakit yang pernah diderita, riwayat pengobatan rutin, dan juga gejala yang Anda rasakan saat ini. Berterus terang pada dokter yang merawat Anda dapat sangat membantu untuk penanganan lebih lanjut. Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mengukur massa otot dan menilai kekuatan serta fungsinya. Bila terdapat indikasi bahwa atrofi otot disebabkan oleh kondisi atau penyakit lain, dokter dapat menyarankan pemeriksaan penunjang lainnya seperti:
- tes darah
- foto rontgen
- Computed Tomography (CT Scan)
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)
- Electromyography (EMG)
- Nerve Conduction test
- Biopsi otot
Terapi Untuk Atrofi Otot
Terapi untuk otot yang mengalami atrofi sangat bergantung dari penyebab dan tingkat keparahan atrofi. Pada disuse atrophy atau atrofi fisiologis, massa otot dapat kembali seperti semula dengan latihan fisik juga diet yang tepat. Pertumbuhan kembali otot tentu saja tidak dapat terjadi dalam satu malam, Anda perlu bersabar dan tetap konsisten menjalani terapi. Perbaikan pada otot akan mulai terlihat pada beberapa bulan setelah dimulai dan akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk kembali pada massa dan kekuatannya seperti semula. Berbeda dengan jenis fisiologis, otot yang mengalami atrofi neurogenik secara umum tidak dapat dikembalikan pada kondisi seperti semula karena kerusakan terjadi di saraf yang sulit untuk pulih setelah mengalami gangguan. Metode-metode terapi yang sering digunakan adalah:
1. Latihan fisik atau olahraga
Bagi penderita atrofi otot yang masih dapat bergerak bebas, disarankan untuk tetap melakukan aktivitas fisik dan melakukan olahraga dengan rutin. Bila terdapat kesulitan untuk bergerak atau memiliki disabilitas, latihan fisik dengan gerakan-gerakan pasif yang dipandu oleh terapis dapat dilakukan. Tujuannya adalah membuat otot tetap bekerja sehingga tubuh dapat memulihkan jaringan otot yang hilang. Disarankan untuk memulai aktivitas yang ringan terlebih dahulu dan meningkatkan intensitasnya secara bertahap untuk memberikan waktu penyesuaian bagi tubuh Anda. Pilihan olahraga yang bisa Anda lakukan diantaranya berjalan, bersepeda, atau berenang. Beberapa fasilitas kesehatan juga memiliki sarana untuk melakukan latihan fisik di air untuk memulai kembali aktivitas fisik, sebab dengan sarana air beban latihan akan menjadi lebih ringan.
2. Functional Electrical Stimulation
Terapi ini menggunakan modalitas listrik arus lemah yang dialirkan melalui elektroda ke saraf dan otot sehingga dapat digunakan bagi penderita atrofi neurogenik juga. Listrik yang dialirkan dapat memicu saraf dan mencetuskan kontraksi otot sehingga pasien dapat menggerakkan anggota tubuhnya.
3. Focused Ultrasound Therapy
Metode terapi ini menggunakan gelombang suara untuk meningkatkan sirkulasi pada otot dan juga dapat menstimulasi kontraksi otot. Namun terapi ini masih dalam penelitian lebih lanjut untuk efektivitasnya.
4. Operasi
Pada beberapa kasus, operasi dilakukan untuk membantu penyembuhan atrofi otot dan biasanya dilakukan pada otot yang telah mengalami kontraktur, pada kasus cedera, atu malnutrisi.
5. Diet khusus
Penderita atrofi otot dianjurkan untuk melakukan diet tinggi kalori dan protein yang akan menjadi bahan baku sintesis otot. Selain itu, diet juga akan disesuaikan pada mereka yang mengalami malnutrisi agar kebutuhan nutrisi hariannya terpenuhi dengan baik.